Dulu, jauh sebelum ku mengenal sepi, aku terpuruk sendiri tanpa teman. Mati hati karena keraguanku, mati jiwa karena rasa tak percayaku yang kubuat menjadi bahan untuk hancurkan diriku sendiri...
Saat aku berdiri sendiri, terpaku memandangi bayang diri, menatap dan meraba seluruh semu, yang semakin menjelas dan...kemudian menghilang...
Kapan seluruh kenangan berlalu, supaya aku bisa memulai hal yang baru tanpa rasa ragu...
Lelah aku memaksa diri ini untuk beranjak, dari tanah tak pasti yang kupijak...
Karena diriku sendiri memerintahkan hatiku untuk pergi, tapi otakku memaksa untuk tinggal..
Sulit mempercayai bahwa inilah yang terjadi padaku. Kesakitan dan kepedihan yang tak berujung bahagia. Hanya rasa dan angan yang menyatu tak membuahkan mimpi nyata.
Terperangkap diriku dalam bayang ketakberdayaan. Rantai kenangan mengikat kuat diriku. Meminta untuk jangan pergi.
Tetaplah pada akhirnya aku sendiri. memerangi kalut hati ini. dan melawan seluruh emosi tanpa kawan, tanpa teman....
Bayang berkabut depan mataku tak akan pudar, karena aku tak mampu menghapusnya... sulit merasakan karena mataku buta untuk melihat arah yang sebenarnya, lidahku kelu untuk mengusir pergi, tanganku lumpuh untuk mendorong pergi menjauh dan otakku tumpul oleh kebimbangan yang tak tau kapan menghilang...
Disaat itulah aku belajar memahami dan berteman dengan seorang sepi, yang mampu membuat diri ini sejenak berinstropeksi untuk siap menghadapi halangan apapun yang terjadi.
Dan disinilah aku sekarang, berdiri keras menatap masa depan penuh harapan. Bertekad untuk menjadi kuat setegar karang. Mencoba belajar menjalani hari-hari dengan penuh keyakinan. Walaupun tertatih melangkah, sepiku kini berubah menjadi sehabat sejati yang tak perlu lagi kucari, karena dia datang sendiri membawa obat luka tanpa airmata dan penyesalan.
Sepi, terimakasih kau telah bantuku lewati semua ini...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Ayo berikan pendapatmu untuk post ini...
^.^