Senja I

Senja,

Dear Senjaku, sore ini kulihat dirimu kelam. Keindahanmu tak terpancar dimataku. Kilaumu yang biasa pantulkan bias cahaya matahari tertutup oleh awan kelam yang berarak menutupi sang langit. Kurasakan hembusan udara dingin dengan kuat menerpa tubuhku. Mendung telah menutupi cantikmu dari pandangan mataku. Kemanakah engkau hei Senja?

Aku merindukanmu, Senjaku. Tapi mengapa sekarang seolah mendung yang kelabu yang mengikutiku selalu? Aku tahu kemanapun aku pergi saat ini, malamlah yang menyongsongku. Langit gelap sudah mulai menaungiku untuk habiskan malam tanpa bintang. Senjaku, jangan tinggalkan aku terlalu lama. Karena aku tidak mampu menerima transisi sebegitu cepatnya, tak ubahnya siang menjelang malam, dimana kehadiranmu mulai terabaikan. Begitu besar pengharapanku padamu mengalahkan segalanya yang kupunya dalam hidup. Padamu
kugantungkan tenteramnya mimpiku untuk tetap kugantungkan hingga malam terlewati, hingga pagi menjelang.

Senja,

Apakah kau terluka karena sikapku yang terlalu memuja cahaya hingga kau lelah berusaha mendapatkan perhatianku. Maafkan aku jika begitu. Kau pernah berkata, kedewasaanku itu harus kupelajari dari caraku bersikap dan bertutur kata, dan caraku untuk menjaga martabat dan kehormatanku sebagai makhluk ciptaanNya yang juga teramat indah bagimu. Maaf jika aku mulai mengabaikanmu karena kesibukanku sendiri merenda cinta dari cahaya. Aku tidak pernah bermaksud untuk tidak menutupimu dengan awan gelap yang segera saja berganti hujan.

Mungkin kali ini kau sedang mencobaiku untuk tetap tegar menghadapi gelapnya malam. Dan besok kau akan kembali menyambutku dengan keindahanmu yang tak terkalahkan. Mungkin juga engkau kini sedang mengawasiku untuk memastikan apakah aku baik-baik saja. Dimanapun kau berada senja, berjanjilah padaku untuk kembali lagi esok hari, dengan senyummu yang tenang, dengan indahmu yang buatku merasa aman. Tetaplah menjadi senjaku.

Karena aku merindukanmu.